MARI BERSASTRA DAN BERKARYA

Di sini bukan arena pertarungan ala rimba, tapi coba setitik tinggal dilembah nurani sekedar menghisap tirta murni, sari pati puting ibu pertiwi dan cumbu illahi. Buat yang pernah berhenti dan mengajak menari, lalu dengan senyumnya yang tertinggal kembali melanjutkan perjalanannya tuk meraih sesuatu yang lebih berarti. Buat mereka semua yang mencoba jejakkan kakinya di tanah hati.

Berkunjug

Berkunjung
Siang hari jarum jam menunjuk angka dua belas, jarum panjang tepat diangka satu. Musim kemarau kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Hal itu pasti dipengaruhi oleh usia bumi yang renta, sehingga dia mudah sakit dan lupa jadwal musim. Dalam tikam panas mentari aku melangkahkan kaki menuju terminal swasta milik salah satu pengusaha asing untuk mencari transportasi ke arah tujuan. Entah mengapa negeri ini disebut kaya raya padahal hampil seluruh bangunan pabrik dan lahan produksi bukan milik warga Negaranya sendiri.
Sesampai ditujuan, aku menunggu didepan dengan harapan kepraktisan dan efisiensi waktu, maklum aku sudah sangat terburu oleh waktu dan diriku sendiri.
"Itu dia bus yang aku tunggu telah penuh dengan penumpang", guman dalam hatiku.
Walau telah melebihi dari kapasitas yang dianjurkan aku masih diperbolehkan untuk naik ke dalam bus itu. Bila ditanyakan tentang hal itu pasti jawaban mereka agar dapat memenuhi setoran yang harus diberikan kepada pemilik bus dan seiring waktu berjalan mereka terus memasukkan penumpang sehingga bus jadi sesak untuk bergerak. Inikah bisnis perhubungan,keuntungan harus dibayar dengan hilangnya kenyamanan bahkan keselamatan penumpang?.
Persetan dengan itu semua, yang penting aku naik dan jaga diri dari serangan copet. Sesak bus semakin tak bisa ditoleransi, aku terhimpit hingga berada didaun pintu. Bagaimana bisa selamat bila aku berada ditepi pintu dan berpegangan dengan satu tangan seperti ini?.
Kencang laju bus menghembuskan asap mengantarkanku pada terminal kota tujuan. Langsung aku melompat setelah itu berterima kasih pada tuhan telah memperpanjang usiaku dan semoga DIA mau memperpanjang usia penumpang bus yang lain. Baru saja aku berharap, disekelilingku telah ramai tawar pengobral jasa ojek. Aku berjalan tanpa memperdulikan mereka karena biasanya mereka langsung menodong kita dengan tariff ganda, tentunya dengan alas an yang dibuat seakan-akan ada dan sangat mendesak.
Selintas didepanku ada tukang ojek yang telah digerogoti usia. Melihat hal itu hatiku pun resah dan mendekatinya.
"Maaf pak, bapak bisa mengantar saya"
"Bisa dik, mau diantar kemana?"
"Ke desa taman pak"
"Maaf dik, apa adik tidak salah?"
"Tidak pak, memang mengapa?"
"Tempatnya sangatlah jauh dari sini selain itu jalan kesana mendaki dan harus melewati hutan rimba yang angker"
"Lalu," Aku terdiam sejenak, menalar arah tujuanku. Apa boleh buat kesana telah jadi cita citaku.
"lalu, apa Bapak bersedia mengantar" tanyaku melanjutkan.
"Maaf dik, saya belum gila sehingga mempertaruhkan nasib keluargaku di perjalanan."
"Ya udah pak, tak mengapa." Jawabku menghakhiri dialog. Biar saja aku berjalan kesana. Aku akan tetap teguh melangkah berjalan menjemput gadisku didesa taman hati.
160807

No comments:

Post a Comment