MARI BERSASTRA DAN BERKARYA

Di sini bukan arena pertarungan ala rimba, tapi coba setitik tinggal dilembah nurani sekedar menghisap tirta murni, sari pati puting ibu pertiwi dan cumbu illahi. Buat yang pernah berhenti dan mengajak menari, lalu dengan senyumnya yang tertinggal kembali melanjutkan perjalanannya tuk meraih sesuatu yang lebih berarti. Buat mereka semua yang mencoba jejakkan kakinya di tanah hati.

AUUANJING Oleh: Eko Ompong

AUUANJING
Oleh: Eko Ompong


SESAJI, KHUSYUK, KHIDMAT, ASYIK. SELESAI.

A      :  Ya, di sini aku berdiri di antara warna-warna semesta yang tinggal dalam jiwa-jiwa suci. Tenggelam pada rasa kemenyatuan. Di sekitarku bayang-bayang Tuhan mengalir pada gunung, bukit, rumput, kerbau, dan langit. Di sini aku berdiri, persoalan adalah kepak sayap burung garuda pada dinding cakrawala. Ya, di sini aku berdiri. Nikmat pada rasa kemenyatuan antara kelahiran, perkelahian, cinta, hidup, dan mati.

Koor:  Bangun, bangun!

B       :  Ini bukan tidur atau mimpi basah! Persoalan adalah persoalan dan tidak hanya di sini.

Koor:  Ayo lekas Bangun!

B       :  Seekor anjing akan terus bermalas-malasan jika tidak segera disadarkan akan tugas-tugasnya. Sepotong tulang harus dicari sendiri.

Koor:  Ayo bangun!!

A      :  Suara itu, ya, suara itu. Ia datang begitu tiba-tiba dan selalu. Mendobrak gelisah, menebar ancaman kesadaran baru. Ia datang tepat waktu dan suara itu dekat sekali di dalamku.

C      :  Hei! Sekarang bukan saatnya untuk ragu, ketetapan telah ditentukan. Ayo bangun, atau kau selamanya akan tertinggal dan hidup sejauh barat dan timur?

A      :  Bangsat! Suara itu tidak pernah bisa diam. Tidak henti-hentinya ia datang dengan dentuman maha dahsyat mengkoyak nalarku. Memaksaku untuk bersetuju dengannya. Lalu, satu-satu gambar menjadi buram, satu-satu bentuk menjadi garis, satu-satu garis menjadi noktah hitam. Hitam, tetapi aku diam. Aku, Tuhan, aku, dalam nafas bersatu sungguh.

D      :  Goblok! Bah! Ini bukan waktunya untuk menunggu, kerbau! Tidak ada untungnya mempercayai fatamorgana. Ia hadir untuk melahirkan seorang pemalas. Bergegaslah! Kenyataan adalah milikmu. Genggam sekarang!

A      :  Setan! Suara itu mulai menjajah sekarang. Memekakkan telinga, menggerogoti rasa percaya. Secepat kilat darahku merah. Aku berteriak lantang memecah penderitaan yang dalam sesaat begitu mengguncang tanpa ampun. Tapi tak kutemukan suaraku di dalamnya. Justru mulutku megap-megap kehabisan nafas. Berkali-kali aku ulangi, tetap tak kudengar apapun. Ya, tak kudengar apapun. Aku, Tuhan, aku...jauh.



No comments:

Post a Comment